Oleh : Purnomo*
Meskipun UUD 1945 masih berlaku sampai sekarang, namun UUD 1945 sudah
mengalami pasang surut serta beberapa perubahan. UUD 1945 sempat diganti dengan
Konstitusi RIS karena berubah nya Indonesia menjadi Negara Serikat. Namun
karena tidak sesuai dengan jati diri bangsa serta mencuatnya isu disintegrasi,
maka kemudian Indonesia berganti bentuk lagi menjadi Republik. Perubahan bentuk
negara otomatis juga membuat perubahan dalam konstitusi. Mulai pada tanggal 17
Agustus 1950 konstitusi Indonesia berubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara diberlakukan karena Indonesia
belum mempunyai Undang-Undang yang definitif pada masa itu. Namun karena
anggota legislatif yang terpilih pada pemilu 1955 tidak mampu merumuskan
Undang-Undang yang sesuai dengan karakteristik bangsa indonesia, maka sejak dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 Indonesia kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.[1]
Seperti diatur dalam UUD 1945 sebelum mengalami perubahan melalui empat
kali amandemen, lembaga-lembaga negara yang ada adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Presiden (dan Wakil Presiden), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah
Agung (MA).
MPR terdiri dari anggota-anggota DPR
ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan wakil dari golongan-golongan.
Menurut UUD 1945, kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR. Itulah sebabnya, menurut UUD 1945 sebelum diubah, MPR disebut
merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.[2]
Sebagai jelmaan rakyat
Indonesia, MPR mempunyai sejumlah kekuasaan, yaitu menetapkan dan mengubah
Undang-Undang Dasar, Menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN), dan
memilih Presiden dan Wakil Presiden. Presiden yang dipilih oleh MPR dengan
suara yang terbanyak serta tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
Dalam pada itu, Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut undang-undang dasar. Dalam
menjalankan kekuasaannya, presiden RI dibantu oleh menteri-menteri negara yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dengan demikian, pemegang dan
pelaksana kekuasaan eksekutif adalah Presiden. Adapun masa jabatan Presiden
adalah 5 (lima) tahun. Yang menjadi pertanyaan adalah lima tahun merupakan fix
term? Hal itu bergantung pada dari fraksi-fraksi yang ada dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Yang jelas adalah bahwa Presiden tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR. Itulah sebabnya, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
pernah terjadi Presiden diberhentikan oleh oleh MPR (S) dalam masa jabatannya.
Hal itu terjadi pada Presiden Soekarno yang diberhentikan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia melalui Ketetapan MPRS-RI
No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari
Presiden Soekarno, dan yang kedua terjadi pada Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
melalui Ketetapan MPR-RI No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden
Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.[3]
Menurut Prof. Sri Soemantri bahwa
sebelum diubah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menganut sistem pemerintahan yang mengandung ciri-ciri baik yang ada dalam
sistem pemerintahan parlementer, maupun ciri-ciri yang ada dalam sistem
pemerintahan presidensial.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Khoirul, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Inti
Anam, Khoirul, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Inti
Media, 2011.
Soemantri, Sri, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan
Pandangan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014.
Comments